Pada sebuah desa yang indah dan damai serta sejuk, ketika mentari mulai terbit di ufuk timur, Khade terjaga dari tidurnya. Dia duduk termenung di dalam kamarnya yang mulai terang dengan sinar yang cerah dari jendela di sudut dinding. Dia telah tersadar dari sebuah perjalanan yang panjang, dalam mimpi saat ia tidur sejak semalam.
Dalam benaknya Khade mencoba mengingat-ingat kembali kejadian yang telah ia alami. Semalam dia merasakan sesuatu yang sangat aneh.
Setelah aku tamat sekolah dasar kemudian belajar di sekolah lanjutan namun dalam mimpinya itu, aku tidak dapat mengikuti ujian akhir karena sakit.
Kemudian aku bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar di sebuah kotanya.
Selama bekerja aku menjadi seorang penulis yang hebat. Tulisan-tulisanku sangat komunikatif, aktual, inspiratif, menarik dan bermanfaat. Bahkan mampu membangkitkan semangat bagi pembacanya.
Sebagai wartawan yang aktif membuatku juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Ia menjadi seksi propaganda pada sebuah komunitas BO selalu mensosialisasikan dan menggugah kesadaran warga desanya untuk kepentingan persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Bersama teman-temannya Dekker dan Cipto, Khade mendirikan partai, namun dalam mimpinya itu partainya ditolak oleh Pemerintah karena dianggap dapat menentang Pemerintah. Setelah ditolak akhirnya partai tersebut membentuk Komite BP. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Pemerintah. Komite BP itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri dari penjajahan bangsa lain dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul “Seandainya Aku Seorang Pemerintah” dan “Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga”. Tulisan Seandainya Aku Seorang Pemerintah yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik temannya Dekker itu antara lain berbunyi:
"Sekiranya aku seorang Pemerintah, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu”.
Karangannya itu mengakibatkan, Pemerintah menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke sebuah pulau (PB).
Sahabatnya Dekker dan Cipto merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Khade. Tetapi pihak Pemerintah menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Dekker dibuang di Kupang dan Cipto dibuang ke pulau Banda.
Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Pemerintah karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada di daerah terpencil. Akhirnya Khade, Dekker dan Cipto diijinkan pergi ke Negeri Pemerintah sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
Tiba-tiba Khade tersadar dari lamunannya, “Wah, hebat sekali mimpiku ini !” katanya dalam hati sambil melihat pemandangan yang indah di luar jendela kamarnya. Tak lama kemudian ia kembali lagi ke dalam mimpinya itu.
Setelah menjalani hukuman tersebut (selama lebih kurang 5 tahun), aku dan sahabat-sahabatku pulang kembali ke tanah air.
Selama dalam pengasingan Khade menyempatkan diri untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Khade berhasil memperoleh Europeesche Akte.
Lalu Khade bersama rekan-rekan seperjuangannya, mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Perguruan Taman Siswa. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah telah berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada waktu itu. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.
Khade juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Ternyata dengan tulisan-tulisan itu dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsanya.
Waktu terus berjalan hingga sampai pada masa Pemerintahan yang lain, Pemerintah Baru, Khade tetap melajutkan kegiatan di bidang politik dan pendidikan. Waktu Pemerintah Baru itu membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Dan Khade duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Bung Karno, Bung Hatta dan Mas Mansur.
Dan ketika Pemerintah Baru itu akhirnya diusir oleh rakyat, Bung Karno dan Bung Hatta menjadi pemimpin Negara, Khade diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.
Khade kembali terjaga, “Nah, ini yang menurutku aneh itu,” katanya dalam hati, “Ternyata aku semalam telah menjadi Menteri !”
Lalu ia mengambil gelas air minumnya, air putih, dan meneguknya hingga habis.
Khade pun tersenyum sejuk, kemudian ia mengambil handuk yang ada di gantungan handuk di sebelah tempat tidurnya. Khade langsung segera mandi pagi dan siap menuju ke tempat kerja. Khade adalah seorang guru sebuah sekolah lanjutan atas di desa Rangkat.
Terlihat di atas sebuah bantal Khade, sebuah buku biografi Ki Hajar Dewantara (Yogyakarta, 2 Mei 1889 – 28 April 1959) :
“Ki Hadjar Dewantara” bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (Bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.
Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.
Pihak penerus perguruan Taman Siswa, mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.
Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.
Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sungtulada (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, di depan memberi teladan).-
-----------------------------------------------
SEMANGAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL
Catatan :
BO = Boedi Oetomo
BP = Bumi Poetra
Pemerintah = Belanda
PB = Pulau Bangka
Pemerintah Baru = Jepang
Dalam benaknya Khade mencoba mengingat-ingat kembali kejadian yang telah ia alami. Semalam dia merasakan sesuatu yang sangat aneh.
Setelah aku tamat sekolah dasar kemudian belajar di sekolah lanjutan namun dalam mimpinya itu, aku tidak dapat mengikuti ujian akhir karena sakit.
Kemudian aku bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar di sebuah kotanya.
Selama bekerja aku menjadi seorang penulis yang hebat. Tulisan-tulisanku sangat komunikatif, aktual, inspiratif, menarik dan bermanfaat. Bahkan mampu membangkitkan semangat bagi pembacanya.
Sebagai wartawan yang aktif membuatku juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Ia menjadi seksi propaganda pada sebuah komunitas BO selalu mensosialisasikan dan menggugah kesadaran warga desanya untuk kepentingan persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Bersama teman-temannya Dekker dan Cipto, Khade mendirikan partai, namun dalam mimpinya itu partainya ditolak oleh Pemerintah karena dianggap dapat menentang Pemerintah. Setelah ditolak akhirnya partai tersebut membentuk Komite BP. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Pemerintah. Komite BP itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri dari penjajahan bangsa lain dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul “Seandainya Aku Seorang Pemerintah” dan “Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga”. Tulisan Seandainya Aku Seorang Pemerintah yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik temannya Dekker itu antara lain berbunyi:
"Sekiranya aku seorang Pemerintah, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu”.
Karangannya itu mengakibatkan, Pemerintah menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke sebuah pulau (PB).
Sahabatnya Dekker dan Cipto merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Khade. Tetapi pihak Pemerintah menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Dekker dibuang di Kupang dan Cipto dibuang ke pulau Banda.
Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Pemerintah karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada di daerah terpencil. Akhirnya Khade, Dekker dan Cipto diijinkan pergi ke Negeri Pemerintah sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
Tiba-tiba Khade tersadar dari lamunannya, “Wah, hebat sekali mimpiku ini !” katanya dalam hati sambil melihat pemandangan yang indah di luar jendela kamarnya. Tak lama kemudian ia kembali lagi ke dalam mimpinya itu.
Setelah menjalani hukuman tersebut (selama lebih kurang 5 tahun), aku dan sahabat-sahabatku pulang kembali ke tanah air.
Selama dalam pengasingan Khade menyempatkan diri untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Khade berhasil memperoleh Europeesche Akte.
Lalu Khade bersama rekan-rekan seperjuangannya, mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Perguruan Taman Siswa. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah telah berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada waktu itu. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.
Khade juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Ternyata dengan tulisan-tulisan itu dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsanya.
Waktu terus berjalan hingga sampai pada masa Pemerintahan yang lain, Pemerintah Baru, Khade tetap melajutkan kegiatan di bidang politik dan pendidikan. Waktu Pemerintah Baru itu membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Dan Khade duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Bung Karno, Bung Hatta dan Mas Mansur.
Dan ketika Pemerintah Baru itu akhirnya diusir oleh rakyat, Bung Karno dan Bung Hatta menjadi pemimpin Negara, Khade diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.
Khade kembali terjaga, “Nah, ini yang menurutku aneh itu,” katanya dalam hati, “Ternyata aku semalam telah menjadi Menteri !”
Lalu ia mengambil gelas air minumnya, air putih, dan meneguknya hingga habis.
Khade pun tersenyum sejuk, kemudian ia mengambil handuk yang ada di gantungan handuk di sebelah tempat tidurnya. Khade langsung segera mandi pagi dan siap menuju ke tempat kerja. Khade adalah seorang guru sebuah sekolah lanjutan atas di desa Rangkat.
Terlihat di atas sebuah bantal Khade, sebuah buku biografi Ki Hajar Dewantara (Yogyakarta, 2 Mei 1889 – 28 April 1959) :
“Ki Hadjar Dewantara” bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (Bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.
Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.
Pihak penerus perguruan Taman Siswa, mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.
Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.
Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sungtulada (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, di depan memberi teladan).-
-----------------------------------------------
SEMANGAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL
Catatan :
BO = Boedi Oetomo
BP = Bumi Poetra
Pemerintah = Belanda
PB = Pulau Bangka
Pemerintah Baru = Jepang