Kini aku melangkah kembali
ke desa yang pernah aku singgahi
karena kehilangan segala
termasuk kenang-kenangan……..
Cerita dusun hijau
saat pagi menjelang
menyampaikan kabar para petani……..
Aku tetap semangat
setia kembali menyusuri
lekuk tubuhmu
kendati habis asa
sekali jatuh tanpa pergi……..
Karena kau tetap gugusan
tempat rembulan dan bintang
yang hadir setiap waktu
membuatku terjaga
memandang wajah terangmu
menerima segala……..
Walaupun waktu terus belalu
aku tetap melangkah
tanpa bosan
melihat kenangan kian berkesan
pada pagi yang sejuk
pada pagi yang damai
pada pagi yang indah
pada pagi yang ramai……..
Kau tetap desa
dan aku setia
menikmati liku sawahmu
mengecap manisnya tubuhmu
hingga habis waktu……………….
(Pondok Petir, 01 Juli 2011)
Kamis, 30 Juni 2011
Kamis, 23 Juni 2011
PERJALANAN BINTANG
Sahabatku, lihatlah bintang-bintang
dan langit yang terus membiru
tengadah dan lihatlah
bintang-bintang hidup di angkasa
bintang-bintang hidup di bumi
engkaulah itu
bintang-bintangku……..
……..Engkaulah bintang yang telah hadir
……..bersinar dengan ilmu
……..bercahaya dengan Sang Pencipta
Engkaulah yang terindah
tercantik dan sempurna
gemerlap dan benderang……..
……..Engkaulah itu, bersamaku
……..yang sedang disalinkan
……..engkau sendiri yang menyalinkan diri
……..seperti cita-citamu menjadi bintang
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Ada kalanya membulat penuh
saat dikitari biasnya
sekali lagi permainan dimulai……..
……..Ada waktunya naik setelah turun
……..ada saatnya sang kelana kembali
……..pulang kegubuknya
Alang-alang tumbuh kerontang
menitis menjadi perdu-perdu
menjadi pohon-pohon
yang mati menitis pada satwa
menjelma menjadi orang
lalu ditempa api membara
lalu ingat akan gubuknya yang jauh
lalu mengenang dirinya sendiri
yang rindu rasa menyatu……..
……..Ada saatnya orang merasa puas
……..menjadi orang
……..menjadi bintang
……..yang siap menjadi penuntun
Diriku berputar
dari dataran rendah
dalam kesadaran
menjadi kesempurnaan sosok jiwa
dari nyata ke wujud cahaya……..
……..Bagai kepompong yang menjelma
……..dari merayap
……..menjadi haru
……..dari berat
……..menjadi sukacita
……..indah
……..hinggap di pohon
……..melayang terbang…………….
Pondok Petir, 22 Juni 2011
(Edy Nawir)
dan langit yang terus membiru
tengadah dan lihatlah
bintang-bintang hidup di angkasa
bintang-bintang hidup di bumi
engkaulah itu
bintang-bintangku……..
……..Engkaulah bintang yang telah hadir
……..bersinar dengan ilmu
……..bercahaya dengan Sang Pencipta
Engkaulah yang terindah
tercantik dan sempurna
gemerlap dan benderang……..
……..Engkaulah itu, bersamaku
……..yang sedang disalinkan
……..engkau sendiri yang menyalinkan diri
……..seperti cita-citamu menjadi bintang
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Ada kalanya membulat penuh
saat dikitari biasnya
sekali lagi permainan dimulai……..
……..Ada waktunya naik setelah turun
……..ada saatnya sang kelana kembali
……..pulang kegubuknya
Alang-alang tumbuh kerontang
menitis menjadi perdu-perdu
menjadi pohon-pohon
yang mati menitis pada satwa
menjelma menjadi orang
lalu ditempa api membara
lalu ingat akan gubuknya yang jauh
lalu mengenang dirinya sendiri
yang rindu rasa menyatu……..
……..Ada saatnya orang merasa puas
……..menjadi orang
……..menjadi bintang
……..yang siap menjadi penuntun
Diriku berputar
dari dataran rendah
dalam kesadaran
menjadi kesempurnaan sosok jiwa
dari nyata ke wujud cahaya……..
……..Bagai kepompong yang menjelma
……..dari merayap
……..menjadi haru
……..dari berat
……..menjadi sukacita
……..indah
……..hinggap di pohon
……..melayang terbang…………….
Pondok Petir, 22 Juni 2011
(Edy Nawir)
SELAMAT ULANG TAHUN
Semalam orang-orang berdiskusi
di sebuah kamar besar
bicara tentang kado
untuk esok hari
buat kota kesayangan mereka
sebagai ungkapan rasa
tanda terima kasih……..
Mereka semakin hebat
membahas dengan debat
saling berteriak
saling berkelit
saling berebut
saling ambisi
ketika malam mulai larut
cuaca tengah cerah merekah
sang kota tersenyum mendengarkan
merubah wajah
menjadi haru
tatkala terdengar
suara satu mereka
berharap besok
kota akan terkejut
terperanjat bahagia
ketika membuka buku-buku
hadiah orang-orang
karena isinya meledak………
Mungkin sang kota akan sedih
atau akan bahagia
atau akan terperanjat
atau mungkin akan terkejut juga
karena tidak ada kado……….
Jakarta, 22 Juni 2011
sajak buat Kota Jakarta
Dirgahayu Kota Jakarta yang ke-484
(Edy Nawir)
di sebuah kamar besar
bicara tentang kado
untuk esok hari
buat kota kesayangan mereka
sebagai ungkapan rasa
tanda terima kasih……..
Mereka semakin hebat
membahas dengan debat
saling berteriak
saling berkelit
saling berebut
saling ambisi
ketika malam mulai larut
cuaca tengah cerah merekah
sang kota tersenyum mendengarkan
merubah wajah
menjadi haru
tatkala terdengar
suara satu mereka
berharap besok
kota akan terkejut
terperanjat bahagia
ketika membuka buku-buku
hadiah orang-orang
karena isinya meledak………
Mungkin sang kota akan sedih
atau akan bahagia
atau akan terperanjat
atau mungkin akan terkejut juga
karena tidak ada kado……….
Jakarta, 22 Juni 2011
sajak buat Kota Jakarta
Dirgahayu Kota Jakarta yang ke-484
(Edy Nawir)
Rabu, 15 Juni 2011
PROSA KOLABORASI DALAM PUISI
Angin malam kerap mengibaskan
rambutmu jadi layarku
arungi samudera demi laut pertemuan kita
kerlingkan mata hingga tertutup
bibir tipismu turuti jiwa bergetar
menangkap rasa nan bergelora
dalam raga riakpun menepati janji
dia datang ke pantai ini
bersama jemari mengurai kembang, rambut tergerai lembut
serta bibir yang dahaga akan nyiur hijau
sekelebat hilang dalam pipa putih
dirimu seranum nyiur, diriku setajam sabit
begitu bisikan yang terdengar datang dari ujung laut
entah siapa……..
Kita balik kembali setelah lama ditinggalkan
orang-orang pinggiran yang acuh
tempat peraduan kasih kita
memadu rasa dan menyimpan duka kesejukan
yang terancam gelombang besar bergemuruh
tiba dari ufuk kasat penglihatan
yang menelan setiap tegak disisi lautan
membawa ikan-ikan berenang jauh
menggulung apapun yang ia inginkan
sehingga menghasilkan sepi
dan rasa sunyi yang senyap……….
Kita tak terpengaruh siang atau malam
tetap datang ke pantai nan selalu menyambut
emosi yang sama melumat ujung pangkal tubuh
menelan tumbuh kita memuntahkan seribu petaka
mungkin akan ada yang terlahir disini
bagai perompak laut berambut gimbal
berdoa memohon titipanNya
“Tuhanku……….tolong kirim titipan untukku……titipan yang cocok dengan emosiku……”
lalu berkata kecil, sesuatu tentang kebun indah dan musim semi
namun berubah bisikan tentang orang yang lari
menuju lautan yang menganga melumat sesaat…..
Kita tak pernah gelisah menggenggam tangan
bersama-sama melangkah menuju samudera
menentang prahara gelombang dahsyat
bagai bahtera jiwa diatas lautan luas
dengan badai ganas bergelora kalbu
memporakporandakan kerang dari titik yang dalam
hingga melarutkan sepi
karena rasa kasih yang membatu dihati
dalam ketenangan jiwa masih terdengar suara sayup-sayup
“…dimana suaramu, masih sirnakah?”
entah siapa……..
Kita akhirnya pulang meninggalkan pantai kelam
tanpa nyiur
tanpa bulan
tanpa bintang
tanpa sepi
tanpa sunyi
tapi dengan senyum dan dengan sinar
cerah dari tepi goresan pasir
putih lambang cinta kita
yang perlahan-lahan terhapus
ombak-ombak mengejar kita
menguap terbang kedalam jantung hati
saat mentari datang mengintip
kaupun tertunduk layu namun tetap gemulai
raut tampak sukacita kembali
ketika berbenah diri
ketika menyisir rambut
ketika mengusap mata
dalam melanjutkan perjalanan
waktu telah memainkan cinta kita…………..
sajak ini dipersembahkan khusus buat selingkuhanku
dan tim penggarap MPK Kompasiana.
(Edy Nawir)
Pondok Petir, 10 Juni 2011
rambutmu jadi layarku
arungi samudera demi laut pertemuan kita
kerlingkan mata hingga tertutup
bibir tipismu turuti jiwa bergetar
menangkap rasa nan bergelora
dalam raga riakpun menepati janji
dia datang ke pantai ini
bersama jemari mengurai kembang, rambut tergerai lembut
serta bibir yang dahaga akan nyiur hijau
sekelebat hilang dalam pipa putih
dirimu seranum nyiur, diriku setajam sabit
begitu bisikan yang terdengar datang dari ujung laut
entah siapa……..
Kita balik kembali setelah lama ditinggalkan
orang-orang pinggiran yang acuh
tempat peraduan kasih kita
memadu rasa dan menyimpan duka kesejukan
yang terancam gelombang besar bergemuruh
tiba dari ufuk kasat penglihatan
yang menelan setiap tegak disisi lautan
membawa ikan-ikan berenang jauh
menggulung apapun yang ia inginkan
sehingga menghasilkan sepi
dan rasa sunyi yang senyap……….
Kita tak terpengaruh siang atau malam
tetap datang ke pantai nan selalu menyambut
emosi yang sama melumat ujung pangkal tubuh
menelan tumbuh kita memuntahkan seribu petaka
mungkin akan ada yang terlahir disini
bagai perompak laut berambut gimbal
berdoa memohon titipanNya
“Tuhanku……….tolong kirim titipan untukku……titipan yang cocok dengan emosiku……”
lalu berkata kecil, sesuatu tentang kebun indah dan musim semi
namun berubah bisikan tentang orang yang lari
menuju lautan yang menganga melumat sesaat…..
Kita tak pernah gelisah menggenggam tangan
bersama-sama melangkah menuju samudera
menentang prahara gelombang dahsyat
bagai bahtera jiwa diatas lautan luas
dengan badai ganas bergelora kalbu
memporakporandakan kerang dari titik yang dalam
hingga melarutkan sepi
karena rasa kasih yang membatu dihati
dalam ketenangan jiwa masih terdengar suara sayup-sayup
“…dimana suaramu, masih sirnakah?”
entah siapa……..
Kita akhirnya pulang meninggalkan pantai kelam
tanpa nyiur
tanpa bulan
tanpa bintang
tanpa sepi
tanpa sunyi
tapi dengan senyum dan dengan sinar
cerah dari tepi goresan pasir
putih lambang cinta kita
yang perlahan-lahan terhapus
ombak-ombak mengejar kita
menguap terbang kedalam jantung hati
saat mentari datang mengintip
kaupun tertunduk layu namun tetap gemulai
raut tampak sukacita kembali
ketika berbenah diri
ketika menyisir rambut
ketika mengusap mata
dalam melanjutkan perjalanan
waktu telah memainkan cinta kita…………..
sajak ini dipersembahkan khusus buat selingkuhanku
dan tim penggarap MPK Kompasiana.
(Edy Nawir)
Pondok Petir, 10 Juni 2011
Langganan:
Postingan (Atom)