Sudah lima belas menit aku berdiri di terminal Giwangan. Saat itu waktu telah menujukkan pukul 15.00 WIB. Pesan singkat yang aku kirimkan belum pula ia balas. Aku pun bingung. Kuputuskan saja untuk tetap menunggu di sini. Toh kami sudah berjanji akan bertemu di sini tepat pukul tiga petang. Tak lama kemudian, sebuah pesan singkat masuk ke handphone yang sedang aku genggam. Ternyata dari dia. Yah, baru berangkat dari kos. Wah alamat lama aku menunggu. Biarlah… Aku keluarkan sebuah buku dari tasku. Sekedar mengisi waktu daripada hanya diam menunggu.
Tanpa terasa sudah sembilan prosa dalam buku antalogi karya MPK yang telah kubaca ketika sosok itu muncul dengan senyumnya di pintu masuk terminal. Walau tersenyum, tetap saja masih tergurat aura kesedihan. ”Ah, siapakah laki-laki bodoh itu yang meninggalkan perempuan semanis dirimu”, tanya dalam benakku.
”Sudah lama nunggu mas Bowo?”, itulah kata pertama yang meluncur dari bibirnya.
”Ya…, sejak aku kirim sms tadi. Koq sudah sampai, memang kosmu dimana? Bukannya Jl. Magelang?”, jawabku.
”Semalam Devi menginap di tempat teman mas. Cari suasana baru.”
”Ohh…”, hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutku.
Kami pun akhirnya berjalan menuju tempat angkot. Kami putuskan untuk segera menuju Kampus. Memang hari itu dia berjanji untuk mengantarkan aku untuk mengelilingi Kampus. Ya…, sekedar alasan agar aku bisa berjalan-jalan dengannya. Tidak banyak yang kami bicarakan selama di angkot. Sesekali aku hanya mencoba mencuri pandang ke arahnya. Ah…, ternyata hanya sampai sejauh itu keberanianku. Yang seketika merasa menjadi seorang pengecut.
Akhirnya kami sampai juga di Kampus IMY. Kampus yang cukup asri. Pohon-pohon besar ada di sana-sini. Aku langsung merasa nyaman. Suasana yang tak jauh berbeda dengan suasana kampusku. Perjalanan kami mulai dari fakultas tempat ia melanjutkan studinya, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik. Kemudian kami menyusuri area Kampus sampai ke Fakultas Kedokteran dan akhirnya kembali lagi di Kompleks Fakultas ISIP.
Hingga akhirnya ngabuburitpun mendekati waktu berbuka puasa. Lalu kami putuskan untuk berbuka di kantin yang ada dekat kampus. Menu yang kupilih, nasi gudeg opor ayam, kolak plus es teh manis. Dia hanya memesan kolak dan minuman saja.
”Lho kamu nggak makan?” tanyaku.
”Nggak, Mas. Aku lagi malas makan.”
”Lalu kapan makannya?”
”Kalau lapar bangetz nanti jam sepuluh atau pas sahur ajah.”
”Wah, hati-hati sakit lho…” tanpa sadar aku perhatian.
”Iya mas……”
”Sepertinya kamu terlihat pucat, Dev…”
”Ah Devi nggak apa-apa koq mas…,” jawabnya sambil berusaha mengembangkan senyum. Namun masih saja kesedihan tergurat jelas di wajahnya. Masih sangat jelas.
Seandainya aku boleh dan bisa menghapus sedih yang ada di dirimu. Apapun caranya, pasti akan kulakukan. Akupun semakin penasaran, laki-laki seperti apakah yang tega membuatmu seperti ini……
(Pondok Petir, 24 Agustus 2011)
Tanpa terasa sudah sembilan prosa dalam buku antalogi karya MPK yang telah kubaca ketika sosok itu muncul dengan senyumnya di pintu masuk terminal. Walau tersenyum, tetap saja masih tergurat aura kesedihan. ”Ah, siapakah laki-laki bodoh itu yang meninggalkan perempuan semanis dirimu”, tanya dalam benakku.
”Sudah lama nunggu mas Bowo?”, itulah kata pertama yang meluncur dari bibirnya.
”Ya…, sejak aku kirim sms tadi. Koq sudah sampai, memang kosmu dimana? Bukannya Jl. Magelang?”, jawabku.
”Semalam Devi menginap di tempat teman mas. Cari suasana baru.”
”Ohh…”, hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutku.
Kami pun akhirnya berjalan menuju tempat angkot. Kami putuskan untuk segera menuju Kampus. Memang hari itu dia berjanji untuk mengantarkan aku untuk mengelilingi Kampus. Ya…, sekedar alasan agar aku bisa berjalan-jalan dengannya. Tidak banyak yang kami bicarakan selama di angkot. Sesekali aku hanya mencoba mencuri pandang ke arahnya. Ah…, ternyata hanya sampai sejauh itu keberanianku. Yang seketika merasa menjadi seorang pengecut.
Akhirnya kami sampai juga di Kampus IMY. Kampus yang cukup asri. Pohon-pohon besar ada di sana-sini. Aku langsung merasa nyaman. Suasana yang tak jauh berbeda dengan suasana kampusku. Perjalanan kami mulai dari fakultas tempat ia melanjutkan studinya, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik. Kemudian kami menyusuri area Kampus sampai ke Fakultas Kedokteran dan akhirnya kembali lagi di Kompleks Fakultas ISIP.
Hingga akhirnya ngabuburitpun mendekati waktu berbuka puasa. Lalu kami putuskan untuk berbuka di kantin yang ada dekat kampus. Menu yang kupilih, nasi gudeg opor ayam, kolak plus es teh manis. Dia hanya memesan kolak dan minuman saja.
”Lho kamu nggak makan?” tanyaku.
”Nggak, Mas. Aku lagi malas makan.”
”Lalu kapan makannya?”
”Kalau lapar bangetz nanti jam sepuluh atau pas sahur ajah.”
”Wah, hati-hati sakit lho…” tanpa sadar aku perhatian.
”Iya mas……”
”Sepertinya kamu terlihat pucat, Dev…”
”Ah Devi nggak apa-apa koq mas…,” jawabnya sambil berusaha mengembangkan senyum. Namun masih saja kesedihan tergurat jelas di wajahnya. Masih sangat jelas.
Seandainya aku boleh dan bisa menghapus sedih yang ada di dirimu. Apapun caranya, pasti akan kulakukan. Akupun semakin penasaran, laki-laki seperti apakah yang tega membuatmu seperti ini……
(Pondok Petir, 24 Agustus 2011)