Tepat pukul 23.00 WIB tanggal 16 Agustus 2011, semua warga Desa rangkat berkumpul di halaman Balai Desa. Mereka yang terdiri dari Bapak Kades Rangkat, Bu Kades Rangkat, Sesepuh Rangkat, RW Rangkat, RT Rangkat, Bu RT Rangkat, Sekdes Rangkat, Dalang Rangkat, Hans Sip Rangkat, Guru Rangkat, Pengamat Rangkat, Penari Rangkat, Bocing Rangkat, Kembang Rangkat, Penyair Rangkat, Calon Artis Rangkat, Pocong Rangkat dan seluruh warga Rangkat lainnya. Disana mereka melaksanakan acara renungan suci dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-66 yang dipimpin langsung oleh Bapak Kades Rangkat selaku inspektur upacara kehormatan dalam renungan suci tersebut.
Lalu tepat pukul 23.40 WIB, seluruh lampu di sekitar Balai Desa dipadamkan. Penerangan di sana hanya berasal dari tujuh belas buah obor. Bahkan, ketika pembawa acara membacakan panduan acara hanya diterangi dengan baterai kecil milik Hans Sip Rangkat.
Diawali dengan menyanyikan lagu Kebangsaan yang dipimpin oleh Sekdes Rangkat, seluruh warga melantunkan lagu Indonesia Raya dengan penuh khidmat dan semangat. Kemudian tepat pukul 00.00 WIB dengan dipimpin langsung oleh Bapak Kades Rangkat mengheningkan cipta untuk mengenang dan menyatakan rasa hormat yang sebesar besarnya atas keiklasan dan kesucian para pahlawan yang telah memerdekakan negara republik Indonesia. Sebagai bentuk penghormatan kepada jasa- jasa para pahlawan saat merebut kemerdekaan.
Setelah mengheningkan cipta, acara dilajutkan dengan wejangan atau sambutan Bapak Kades tentang arti renungan suci di Desa Rangkat ini sebagai bentuk penghormatan setinggi-tingginya kepada para pahlawan yang telah gugur, dalam menjalankan tugasnya, membela tanah air dari bangsa penjajah. Menurut Bapak Kades, bahwa kita semua wajib memberikan penghormatan sebesar-besarnya kepada pejuang atas pengorbanan dan jasa-jasanya. Akhirnya Bapak Kades pun mengatakan berjanji akan meneruskan perjuangan mereka bersama-sama warga Desa Rangkat.
Dalam kesempatan itu Bapak Kades memberi kesempatan kepada Sesepuh Desa Rangkat, Bapak Astoko untuk tampil di podium memberikan sekilas tentang sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia, sebelum acara itu ditutup dengan doa.
Kepada warga Desa Rangkat yang saya cintai……..
Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya……..
Salam sejahtera……..
Salam Desa Rangkat……..
Merdeka……
Sebenarnya saya tidak begitu tahu persis secara keseluruhan awal dari proses Kemerdekaan Republik Indonesia, namun ada beberapa yang saya ketahui tentang Kemerdekaan tersebut sebagaimana kita semua mengetahuinya. Kita semua tahu bahwa pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima di Jepang, oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Lalu sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Kemudian pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Bung Karno (Soekarno), Bung Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah. Syahrir mengetahui hal itu melalui siaran radio luar negeri, yang ketika itu terlarang. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir.
Selanjutnya pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Lalu dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.
Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan.
Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan ‘hadiah’ dari Jepang.
Akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Kemudian Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol no. 1. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 malam 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan UUD yang sehari sebelumnya telah disiapkan Hatta.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pengikut Syahrir. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Kita tahu Peristiwa Rengasdengklok, Dimana para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka menculik Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, pagi hari di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor. Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Nah….begitulah cerita singkatnya proses Indonesia Merdeka, mudah-mudahan ini akan bermanfaat. Kiranya bila ada kata-kata yang tidak berkenan saya mohon maaf.
Akhir kata tak lupa dalam kesempatan ini saya ucapkan kepada warga Desa Rangkat yang melaksanakan ibadah Puasa Ramadhan, selamat menunaikan ibadah puasa.
Merdeka….Merdeka….Merdeka!!!
Demikian sekilas tentang Kemerdekaan Indonesia yang mendapat aplaus dari seluruh warga Desa Rangat yang ikut memekikan kata Merdeka dan akhirnya acarapun ditutup dengan doa oleh Kang Hikmat serta diselesaikan dengan sebuah gita Kebangsaan ‘Syukur’.-
Semangat Hari Merdeka
Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-66
(Pondok Petir, 16 Agustus 2011)
Lalu tepat pukul 23.40 WIB, seluruh lampu di sekitar Balai Desa dipadamkan. Penerangan di sana hanya berasal dari tujuh belas buah obor. Bahkan, ketika pembawa acara membacakan panduan acara hanya diterangi dengan baterai kecil milik Hans Sip Rangkat.
Diawali dengan menyanyikan lagu Kebangsaan yang dipimpin oleh Sekdes Rangkat, seluruh warga melantunkan lagu Indonesia Raya dengan penuh khidmat dan semangat. Kemudian tepat pukul 00.00 WIB dengan dipimpin langsung oleh Bapak Kades Rangkat mengheningkan cipta untuk mengenang dan menyatakan rasa hormat yang sebesar besarnya atas keiklasan dan kesucian para pahlawan yang telah memerdekakan negara republik Indonesia. Sebagai bentuk penghormatan kepada jasa- jasa para pahlawan saat merebut kemerdekaan.
Setelah mengheningkan cipta, acara dilajutkan dengan wejangan atau sambutan Bapak Kades tentang arti renungan suci di Desa Rangkat ini sebagai bentuk penghormatan setinggi-tingginya kepada para pahlawan yang telah gugur, dalam menjalankan tugasnya, membela tanah air dari bangsa penjajah. Menurut Bapak Kades, bahwa kita semua wajib memberikan penghormatan sebesar-besarnya kepada pejuang atas pengorbanan dan jasa-jasanya. Akhirnya Bapak Kades pun mengatakan berjanji akan meneruskan perjuangan mereka bersama-sama warga Desa Rangkat.
Dalam kesempatan itu Bapak Kades memberi kesempatan kepada Sesepuh Desa Rangkat, Bapak Astoko untuk tampil di podium memberikan sekilas tentang sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia, sebelum acara itu ditutup dengan doa.
Kepada warga Desa Rangkat yang saya cintai……..
Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya……..
Salam sejahtera……..
Salam Desa Rangkat……..
Merdeka……
Sebenarnya saya tidak begitu tahu persis secara keseluruhan awal dari proses Kemerdekaan Republik Indonesia, namun ada beberapa yang saya ketahui tentang Kemerdekaan tersebut sebagaimana kita semua mengetahuinya. Kita semua tahu bahwa pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima di Jepang, oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Lalu sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Kemudian pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Bung Karno (Soekarno), Bung Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah. Syahrir mengetahui hal itu melalui siaran radio luar negeri, yang ketika itu terlarang. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir.
Selanjutnya pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Lalu dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.
Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan.
Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan ‘hadiah’ dari Jepang.
Akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Kemudian Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol no. 1. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 malam 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan UUD yang sehari sebelumnya telah disiapkan Hatta.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pengikut Syahrir. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Kita tahu Peristiwa Rengasdengklok, Dimana para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka menculik Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, pagi hari di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor. Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Nah….begitulah cerita singkatnya proses Indonesia Merdeka, mudah-mudahan ini akan bermanfaat. Kiranya bila ada kata-kata yang tidak berkenan saya mohon maaf.
Akhir kata tak lupa dalam kesempatan ini saya ucapkan kepada warga Desa Rangkat yang melaksanakan ibadah Puasa Ramadhan, selamat menunaikan ibadah puasa.
Merdeka….Merdeka….Merdeka!!!
Demikian sekilas tentang Kemerdekaan Indonesia yang mendapat aplaus dari seluruh warga Desa Rangat yang ikut memekikan kata Merdeka dan akhirnya acarapun ditutup dengan doa oleh Kang Hikmat serta diselesaikan dengan sebuah gita Kebangsaan ‘Syukur’.-
Semangat Hari Merdeka
Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-66
(Pondok Petir, 16 Agustus 2011)